Assalamualikum...

Dengan memanjatkan puji Alhamdulillah, saya manusia yang dhoif ini bisa ikut berpartisipasi dalam menambah hiruk dunia maya. Niat saya adalah semata-mata ingin berdakwah, menyeru manusia agar kembali kejalan Allah. menegakkan yang haq dan menumpas yang bathil. Saya mohon kritik dan saran dari pembaca, demi tercapainya tujuan tersebut. Semoga Allah melimpahkan Rahmat Nya dan Maghfirah Nya kepada kita semua. Aamiin

Rabu, 12 Maret 2008

DAHSYATNYA SHOLAT SUBUH

Sholat Subuh merupakan standar nilai sebuah umat. Umat yang lali akan Sholat Subuh berjamaah, adalah umat yang tidak berhak mendapatkan kejayaan, akan tetapi justeru berhak untuk diganti dengan umat lain. Umat yang menjaga Sholat Subuh berjamaah adalah umat yang berhak untuk tegak kokoh di muka bumi ini.
Persoalannya bukan masalah dua rakaat atau sekedar bertambahnya kebaikannya, akan tetapi lebih dari itu.
Sholat Subuh tepat waktu akan membiasakan hidup teratur dalam sehari penuh. hidup dengan menapaki aturan yang diinginkanNya, yaitu aturan yang telah Allah terapkan pada alam semesta agar berjalan dengan kaidahNya.
Sholat Subuh mengikat ketergantungan seorang hamba kepada Rabbnya sejak pagi hari. Dengan demikian umat Islam memuali harinya dengan ketaatan, dzikir, sholat dan doa.Sholat Subuh menjadikan seluruh umat berada dalam jaminan, penjagaan dan perlindungan dari Allah sepanjang hari.
Apakah menurut anda, masyarakat ideal adalah masyarakat yang memiliki kekuasaan, jabatan dan kekayaan ?
Apakah menurut anda, Masyarakat ideal adalah masyarakat yang terdiri dari para ilmuwan, para pakar ataupun profesor ?
tidak demikian wahai saudaraku. Masyarakat ideal yang hakiki adalah mereka yang terdiri dari orang-orang yang selalu menjaga Sholat Subuh berjamaah !
Carilah mereka yang tulus dalam ujian Allah! disaat yang lain terbuai dalam nikmatnya tidur...
mereka dengan ikhlas berjalan mendatangi masjid untuk memenuhi undangan Allah, disaat kantuk masih bergelayut diujung mata...
Subhanallah...merekalah orang-orang pilihan, mukmin sejati.
Adalah kebiasaan baginda Nabi SAW, bila beliau ingin mengetahui seseorang itu tergolong orang munafik atau bukan, maka beliau melihatnya diwaktu Sholat Subuh. Di dalam salah satu hadis sahih Nabi pernah bertanya kepada para sahabatnya." Apakah Fulan Bin Fulan ada bersama kalian ?". Para Sahabat menjawab," Tidak Ya Rasulallah." maka dengan sedih beliau bersabda," benar dugaanku bahwa dia adalah orang munafik.
dari hadis ini kita bisa mengetahui bahwa Sholat Subuh merupakan takaran iman seseorang kepada Allah SWT.
Banyak sekali para Da'i dan Muballigh yang pandai berceramah, dan selalu keliling dari Masjid satu kemasjid yang lain menyerukan kebenaran. Namun ia lalai dalam melaksakan Sholat Subuh berjamaah, atau bahkan menjadi penyebab orang lain tidak melaksanakan Sholat Subuh karena ceramahnya kelewat malam. lalu kemana sebenarnya para da'i ini mengajak umatnya? benarkah ia mengajak kesyurga? atau justru sebaliknya? Naudzubillah.
Sering kali alasan klasik akan terlontar dari mulut saudara-saudara kita, apabila kita tanyai," kenapa mereka tidak melaksanakan Sholat Subuh berjamaah ?". Mereka akan selalu memberikan beribu-ribu alasan konyol yang tidak masuk akal untuk membenarkan tindakannya. " Saya kan sibuk, tiap hari harus berangkat pagi dan pulang malam, jadi saya masih capek." atau alasan-alasan yang semisal yang dibuat-buat.
Renungkanlah wahai saudaraku, seandainya kita diperintahkan oleh atasan kita untuk berangkat kekantor jam 3 pagi, dan tidak boleh telat barang sedetikpun, maka kita akan berupaya sekuat tenaga agar kita bisa bangun sebelum jam 3. Mulai dari menyuruh Ibu kita atau istri kita untuk membangunkan kita. Bahkan masih kurang mantapnya, kita kan pasang jam bekker yang suaranya nyaring memekakkan telinga, dan kita kan memasang alarm HP kita dalam rangka membantu kita agar bisa bangun sebelum jam 3.
Lihatlah Saudara, kita begitu antusias oleh perintah atasan kita yang sama-sama makhluk Allah, sama seperti kita. Tapi kenapa terhadap panggilan Allah,kita selalu abaikan? kenapa Subuh kita selalu kesiangan?
Padahal allah telah menjelaskan dalam surat asd Isra' ayat 78, yang artinya." Dan dirikanlah sholat Subuh, karena sesungguhnya Sholat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat."
Tidak inginkah kita bila ibadah kita disaksikan oleh para hamba Allah yang Muqorrobiin tersebut...
Masihkah kita kurang percaya kan janji-janji Allah dan RasulNya? ataukah kecintaan kita kepada kasur kita, guling kita dan dengkur kita melebihi kecintaan kita kepada Allah?
Ya Allah Berikan pertolonganMu kepada kami, agar kami termasuk hamba-hambamu yang selalu bisa menunaikan perintah-perintahmu dengan baik Amin...( Bersambung )

Selasa, 11 Maret 2008


HUKUM MEMBACA FATIHAH BAGI MAKMUM


Jamhur ulama’ menetapkan wajibnya membaca fatihah dalam sholat, baik bagi imam, makmum maupun munfarid, dalam sholat jahriyyah ataupun sirriyyah kecuali makmum masbuq. Berbeda dengan madzhab hanafi yang menerangkan tidak wajibnya membaca Fatihah bagi makmum ( Irsyadussari ala Syarhil Bukhori, Al Imam Qostholaniy, Juz 2 Hal.451 )

Seorang pakar hadits kenamaan Al Imam An Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab berkata :

Artinya : adapun hukum masalah ini adalah bahwa membaca fatihah wajib dalam tiap-tiap rakaat kecuali rakaat masbuq ( Majmu’, Al Imam An Nawawi, Juz 2 Hal.361 )

Pendapat kedua ahli hadits di atas bukanlah semata-mata karena mereka adalah ulama’ Syafi’iyah, namun merupakan hasil penggalian dan pemahaman terhadap hadits-hadits Rasulullah SAW dengan sangat cermat dan teliti, diantaranya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ubadah bin Shomit, bahwasanya Nabi SAW bersabda :

Artinya : Tidak sah sholatnya bagi orang yang tiada membaca surat alfatihah ( Shohih Bukhori, Al Imam Al Bukhori, Juz 1 Hal.170 ).

Amirul mukminin fil hadits al Imam Al Bukhori meletakkan hadits ini pada bab yang beliau beri judul

Bab dalam menjelaskan wajibnya membaca fatihah bagi imam dan makmum dalam setiap sholat baik itu dirumah atau dalam perjalanan, jahriyah maupun sirriyah ( Shohih Bukhori, Juz 1 Hal 192 )

Begitulah Imam Bukhori memahami hadits di atas, seorang ulama besar ahli hadits yang reputasinya tidak ada tandingannya dan kitabnya dijadikan sebagai sumber hukum- kedua setelah al Qur’an menetapkan wajibnya membaca fatihah bagi Imam dan Makmum, baik dalam sholat jahr atau sirr.

Bukankah hadits ini sudah cukup untuk membuka kesadaran kita bahwa membaca fatihah di dalam sholat adalah wajib pada setiap rakaat kecuali bagi makmum masbuq?

Namun untuk lebih jelasnya, akan penulis kemukakan dalil-dalil yang lain dalam hadits Rasulullah SAW sehingga dapat membuka cakrawala berfikir kita tentang wajibnya membaca fatihah dalam setiap rakaat sholat, diantaranya adalah.

Artinya : dari Abi HUrairoh dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda : “ Barang siapa sholat tanpa membaca ummul qur’an maka ia khiddaj, beliau berkata sampai tiga kali ( sholatnya tidak sempurna ). Kemudian ditanyakan kepada Abu Hurairoh : Sesungguhnya kami berada dibelakang Imam ? Abu Hurairoh menjawab:” Bacalah dalam dirimu yaitu cukup dirimu yang mendengar. ( Syarah Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi Juz 4 Hal.101 ).

Dalam hadits ini diterangkan bahwa orang yang tidak membaca fatihah dalam sholat, maka sholatnya khidaj yaitu kurang sempurna rukunnya. Kewajiban membaca fatihah ini juga berlaku bagi orang yang sholat di belakang Imam, hanya saja membacanya harus pelan dan cukup dirinya saja yang mendengarnya.

Lebih lanjut Imam Ahmad, Abu Daud, At Turmuzi dan ibnu Hibbanmeriwayatkan hadits dari Ubadah bin Shomit, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : “Apakah kalian membaca al Quran dibelakang Imam kalian? Kami menjawab ya. Nabi berkata: Jangan kamu lakukan itu kecuali hanya surat fatihah saja. Karena tidak sah sholatnya orang yang tidak membaca fatihah. ( Subulussalam, Al Imam Ash Shon’ani, juz 1 hal 171 ).

Kemudian Ash Shon’ani berkomentar bahwa hadits ini merupakan dalil atas wajibnya membaca fatihah dibelakang Imam, yang merupakan pengkhususan lafadz yang masih umum dalam Bukhori-Muslim. ( Subulussalam, Juz 1 Hal.171 )

Demikianlah dalil-dalil yang mewajibkan membaca fatihah dalam sholat bagi makmum, imam ataupun munfarid. Sebenarnya masih banyak hadits-hadits senada yang diriwayatkan oleh Ashabussunan, baik oleh Abu Daud, Turmuzi dan Nasa’i. namun demi efektifitas waktu maka tidak semua penulis paparkan disini. Karena dalil-dalil di atas sudah sangat cukup bagi kita untuk mengerti bahwa membaca fatihah dalam sholat hukumnya wajib secara mutlak kecuali bagi makmum masbuq. Begitulah pendapat Jumhur ulama’ yang paling kuat.

Adapun alasan ulama Hanafiyyah mengatakan tidak wajibnya membaca fatihah bagi makmum adalah sabda Nabi SAW.

Artinya: “ Barangsiapa Sholat di belakang Imam, maka bacaan imam adalah bacaannya juga”.

Akan tetapi hadits ini dinyatakan dhoif oleh para Hufaadz termasuk didalamnya Ibnu Hajjar Al Asqolani ( Irsadussari ala Syarhil Bukhori, Juz 2 Hal 457 ). Jelas hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar hujjah karena kualitasnya dhoif. Meskipun ada hadits senada yang diriwayatkan oleh Imam Daruquthni, akan tetapi hadits ini kualitasnya Mursal, karena terputus sanadnya pada tabaqat sahabat.

Demikian juga argumentasi mereka yang menggunakan firman Allah SWT yang berbunyi:

Artinya: “ Dan apabila al Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah dan perhatikan dengan tenang supaya kamu mendapat rahmat ( Al A’raf.204 )

Serta hadits riwayat Imam Muslim

Artinya: Ketika dibacakan al Qur’an maka dengarkanlah.

Mereka mengatakan bahwa nash Qur’an dan hadits shahih di atas sangat jelas bahwa setiap al Qur’an dibacakan kita disuruh diam dan mendengarkannya dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan sholat sekalipun. Namun yang menjadi persoalannya adalah kedua dalil di atas tidak dapat digunakan sebagai hujjah untuk mengatakan tidak wajibnya membaca fatihah dalam sholat bagi makmum, sebab keduanya masih bersifat umum, meliputi seluruh al Qur’an, berlaku untuk fatihah dan surat yang lainnya dan juga mencakup segala kondisi yaitu bisa didalam sholat ataupun di luar sholat.berdasarkan kaidah istimbat bahwa nash yang bersifat umum tidak bisa digunakan sebagai istidlal. Sementara itu hadits Ubadah bin Shomit bersifat khusus yaitu pada surat fatihah saja, oleh sebab itu hadits Ubadah ini mentahsis keumuman kedua dalil diatas ( Subulussalam, Juz 1.Hal.171 )

Artinya setiap orang yang mendengarkan ayat al Qur’an dibacakan, maka ia diperintahkan untuk diam dan mendengarkannya kecuali ketika dalam sholat, walaupun imam sedang membaca surat, makmum tetap diwajibkan membaca fatihah dengan suara pelan sehingga tidak mengganggu bacaan imam.

Abu Bakar Jabir Jazairi, ketika mengatakan bahwa bacaan fatihah makmum gugur ketika imam membaca surat dalam sholat jahriyah, mengajukan hadits dari riwayat Imam Ahmad yang berbunyi:

Artinya:”Apabila imam takbir maka bertakbirlah kamu, dan apabila dia membaca maka diamlah ( Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Jazairi. Hal.173 ). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya Juz 1 hal 165. dan beliau berkata” akan tetapi perkataan “ apabila Imam membaca maka diamlah kamu,” bukanlah sabda Nabi, tambahan ini tidak dikenal darimana asalnya, maka hadits ini mudraj. Dan hadits mudraj termasuk hadits dhoif yang tidak dapat digunakan sebagai dalil apapun.

Adapula yang mengajukan hadits dari Abu Hurairoh, beliau berkata.

Artinya: “sesungguhnya Rasulullah selesai mengerjakan shalat Jahr beliau bertanya: adakah salah satu dari kalian membaca al Qur’an bersamaku tadi ? seseorang menjawab: benar wahai Rasulullah. Nabi berkata : tidak pantas bagiku melawan al Qur’an. Maka rawi berkata : maka berhentilah manusia dari membaca dalam seluruh sholatnya ketika mendengar hal itu dari Rasulullah SAW.

Sepintas hadits ini seolah melegalkan makmum untuk tidak membaca fatihah, benarkah demikian ?

Mari kita lihat.

Dari segi kualitas, hadits ini dhoif, sebab dalam sanadnya baik yang diriwayatkan oleh Abu Daud maupun Turmuzi terdapat rawi yang bernama Ibnu Ukaimah Al Laitsi, Abu Daud berkata mungkin namanya adalah Umairah bin ukaimah atau Umar bin Ukaimah. Artinya Abu Daud tidak mengenal Ibnu Ukaimah ini. Imam Dzahabi dalam kitab Mizanul I’tidal berkata: “ Umairah bin Ukaimah ini menurut Ibnu Sa’at adalah orang yang tidak dikenal dan haditsnya tidak dapat dijadikan sebagai hujjah ( Mizanul I’tidal, Imam Dzahabi, JUz 3 Hal 173 )

Dari segi materi, perkataan “ Maka berhentilah manusia dari membaca dalam seluruh sholatnya”, adalah bukan perkataan Abu Hurairoh tapi perkataaan rawi yaitu Ibnu Shihab.

Berdasarkan alasan alasan di atas maka hadits tersebut gugur secara ilmiah untuk digunakan sebagai hujjah.

Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dan paparan dari hadits-hadits Nabi di atas maka sangat jelas sekali bahwa makmum tetap berkewajiban membaca fatihah dalam setiap sholatnya, baik dalam sholat jahriyyah maupun sirriyyah. Akan tetapi walaupun begitu, kita tidak perlu saling menghujat dan menyesatkan golongan lain yang tidak mau membaca fatihah dalam sholat jahriyyahnya, apalagi sampai membodoh-bodohkan Imam Abu Hanifah. Karena bagaimanapun beliau telah melakukan ijtihadnya dalam istimbath hokum. Kalaupun seandainya pendapat beliau salah, beliau tetap layak untuk mendapatkan satu pahala, namun pendapat beliau ini juga tidak menutup kemungkinan sebagai pendapat yang benar. Allahlah yang maha tahu akan hal itu. Kalau penulis boleh mengutip pernyataan Syekh Ali Ath Thanthawi, bahwa siapapu yang mengikuti pendapat dari salah satu Imam Madzhab yang empat maka dia berada dalam kebenaran dan diridhoi Allah. Alangkah indahnya apabila hal ini bisa kita jalankan. Meskipun kita berbeda pendapat namun kita dapat saling memaklumi dan tetap menyematkan kata saudara pada dada kaum muslimin. Waallahu a’lam

WAKTU


WAKTU SANGAT BERHARGA

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, pelindung orang-orang yang shalih dan tidak ada permusuhaan kecuali terhadap orang-orang yang dzalim. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada rasulullah SAW beserta seluruh keluarganya, sahabat, kerabat dan umatnya hingga akhir masa nanti.

Amma ba’du.

Menit-menit yang berharga adalah kehidupan orang muslim.

Oleh karena itu setiap detik dari umurnya akan diperhitungkan kelak dihadapan Allah swt. Allah berfirman:

..dan bukankah Kami telah memanjangkan usiamu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang-orang yang mau berfikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu sang pemberi peringatan?....QS. Faathir:35

Ayat di atas seolah menegur kepada seluruh umat manusia, bukankah Allah telah memberikan kesempatan umur panjang kepada mereka, yang semestinya waktu dan kesempatan tersebut digunakan untuk mengadakan koreksi dan instrospeksi atas apa yang dilakukannya dimuka bumi ini, serta menjadikannya semakin dekat kepada Allah?. Akan tetapi ternyata kebanyakan manusia berlaku dzolim, baik kepada diri mereka sendiri atau kepada orang lain.

Sedari dulu, makhluk yang bernama manusia adalah makhluk yang sangat tidak menghargai waktu. Oleh sebab itu Allah SWT selalu mengingatkan dan menegur manusia dengan lembut namun menyentuh, dengan banyak bersumpah menggunakan waktu. Sebut saja surat Al Ashr, Adh Dhuha, Al Lail, Al Fajr, an Nahr dan lain sebagainya.

Bukan suatu kebetulan apabila Allah begitu antusias mengawali berbagai surat dengan menggunakan waktu. Sebab waktu memang sesuatu hal yang sangat penting, karena waktu itu selalu berjalan berbanding lurus dengan sejarah manusia. Waktu yang sudah terlewat tiada mungkin dapat dijumpai kembali. Dan yang lebih penting lagi, setiap detik waktu yang terpakai akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Manusia sering kali lalai terhadap waktu, selalu terpana dan terpesona oleh indahnya dunia sehingga ketika kontraknya didunia akan segera berakhir, penyesalan datang menyergap relung-relung jiwa.

Kadang kala manusia, dengan segala kesombongannya, merasa dapat memutar waktu ataupun menghentikan waktu sehingga perilakunya mencerminkan seolah-olah ia akan hidup selamanya tanpa tersentuh oleh apa yang disebut kematian. Perilaku ini akan semakin mengkristal ketika manusia hidup dalam gelimang kemewahan dunia, terjebak dalam segala bentuk ueforianya dan buta akan peringatan yang ditampilkan oleh Allah yang termanifestasi lewat uban dikepalanya, keriput kulitnya dan rabun matanya.

RENUNGAN


DUNIA

By : Ahmad rifa’I bin Masfuri AdzDzamawiy


20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,

( Al Hadiid, Ayat: 30 )

Hidup didunia hanyalah fana’ (sementara), sedangkan kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan Akherat. Segala kemewahan dunia tidak ada artinya sedikitpun tanpa dibarengi dengan pengamalan agama. Sebab kehidupan dunia hanyalah permainan semata.

Kita bangun pagi dalam keadaan main-main apabila dalam benak kita hanya ada urusan dunia semata. Kita masuk petang dalam keadaan main-main bila kita melalaikan urusan agama kita. Kita hidup hanya sekedar main-main tanpa adanya pengamalan agama. Bahkan kita mati dalam keadaan main-main bila kita tidak berpegang pada ajaran Allah swt.

Itulah dunia, semua hanya sekedar permainan semata. Seluruh gemerlap dunia hanyalah tipuan semu dan polesan luar yang menawan, namun pada hakekatnya tidak ada nilainya sedikitpun dimata Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda : “seandainya dunia itu mempunyai nilai seberat sayap nyamuk saja maka Allah tidak akan memberikannya kepada orang-orang kafir walaupun hanya seteguk air saja.” H.R Turmudzi. Pada kenyataannya orang-orang kafir diberikan oleh Allah kemegahan dunia, hal ini menunjukkan bahwa dunia sama sekali tidak ada nilainya sedikitpun dimata Allah SWT.

Ada suatu kisah dalam sebuah hadits shahih, pada suatu hari Sayyidina Umar Ibnul Khattab masuk kedalam rumah baginda Rasul SAW. Beliau dapati Rasulullah sedang berbaring. Seketika sayyidina Umar terhenyak menyaksikan bagaimana lambung Rasulullah yang mulia terlihat bekas anyaman kurma yang menjadi alas tidur beliau. Lalu beliau edarkan pandangannya keseluruh ruangan rumah Rasulullah SAW dan beliau tidak mendapati apa-apa kecuali hanya sekantong gandum yang digunakan untuk persediaan makan pada esok hari. Melihat kenyataan itu Umar menangis tersedu-sedu, lalu Rasulullah bangkit dan bertanya,” kenapa engkau menangis wahai Umar?. “ Ya Rasulallah, kaisar Romawi dan kisra Persia hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan, padahal mereka adalah musuh-musuh Allah. Sementara engkau adalah Nabiyullah dan kekasih Allah tapi engkau hidup dengan kekurangan seperti ini. Mendengar ucapan Umar tersebut Rasulullah SAW bersabda :

Apakah engkau masih juga ragu wahai Ibnul Khottob? Tidakkah kau ridho bila bagi mereka kebahagiaan dunia dan bagi kita kebahagiaan akherat ?.

Begitulah baginda Nabi, sosok manusia paling utama disisi Allah. Beliau lebih suka kepada kebahagiaan akhirat yang kekal dan abadi, dibanding dengan kemewahan dunia yang hanya sementara.

Al Imam Al Ghazali berkata dunia adalah ibarat bayangan yang senantiasa menghilang, bila pagi menjelang bayangan menjadi sangat panjang, kemudian perlahan-lahan memendek dan akhirnya menghilang diwaktu dzuhur, lalu memanjang lagi diwaktu ashar sebelum akhirnya tenggelam ditelan gelapnya malam.

Begitulah dunia, tidak ada satupun yang abadi didalamnya, dan secara perlahan dia akan meninggalkan pemiliknya bila pemiliknya tidak meninggalkannya. Oleh sebab itu jangan sampai kita silau terhadap gemerlapnya dunia yang justru kelak akan menjerumuskan kita kedalam jurang kehancuran yang sangat dalam. Aku berlindung kepada Alloh dari segala tipu daya dunia. Amiin.

KAJIAN FIQH

SHOLAT QOBLIYYAH MAGHRIB DALAM TIMBANGAN

By Ahmad Rifa’I Ibnu Alif Muntaha

Sebuah fenomena yang terjadi di tengah masyarakat dimana dewasa ini, seiring dengan diusungnya kebebasan berfikir dan berpendapat, maka lahirlah “ Mujtahid-mujtahid baru yang bebas berfatwa padahal dia bukan termasuk orang yang layak untuk berfatwa. Hal ini dipicu oleh rasa fanatic yang berlebihan terhadap sebuah organisasi ataupun figure perorangan, sehingga yang muncul kepermukaan adalah rasa subyektivitas yang kental, dimana seringkali hal ini dapat mematikan logika untuk berfikir secara cerdas. Termasuk sebuah pernyataan yang cukup menyentakkan hati tiap-tiap orang yang mencintai sunnah adalah munculnya anggapan yang keluar dari para muballigh karbitan bahwa sholat sunnah qobliyah maghrib itu tidak ada dasarnya dan dianggap bid’ah. Benarkah demikian? Tulisan ini adalah dalam rangka menjawab keragu-raguan yang menggelayuti sebagian hati kaum muslimin setelah mendengarkan pernyataan tersebut. Apalagi yang mengucapkannya adalah seorang yang dianggap pakar dalam bidang keagamaan. Berikut paparannya.

Sholat qobliyah maghrib adalah sholat sunnah dua rakaat yang dilakukan sebelum melakukan shalat maghrib dan hukumnya sunnah ghairu muakkad ( fathul Wahhab, Juz I hal 56, Syaikh Zakarya Al Anshoriy.

Mengatakan bahwa sholat qobliyah maghrib tidak ada dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah sebuah pengingkaran terhadap sunnah yang mewajibkan pelakunya untuk bertaubat kepada Allah, sebab Rasulullah bersabda:

Sholatlah kalian sebelum sholat maghrib.” Beliau bersabda sampai tiga kali dan pada yang ketiga kalinya beliau bersabda” bagi orang yang ingin melakukannya.” (H.R. Bukhori. Shahih Bukhari Juz 2 hal 74 )

Juga riwayat dari Ibnu Hibban, hadits dari Abdullah Bin Mughoffal beliau bersabda:

“ Sesungguhnya Nabi SAW sholat dua rakaat sebelum sholat maghrib”.

Ash Shon’aniy berkata bahwa ajaran sholat sunnah qobliyah maghrib ini berdasarkan qauliy ( ucapan ) dan Fi’liy ( perbuatan ) dari Nabi Muhammad SAW ( Subulussalam sarah Bulughul Maram Juz 2 hal 5 )

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas Bin Malik, beliau berkata “ Kami di Madinah, ketika muadzin telah selesai mengumandangkan adzan maghrib, maka para sahabat bergegas menuju tiang-tiang lalu sholat dua rakaat, sehingga orang asing yang masuk masjid mengira bahwa sholat maghrib telah selesai karena banyaknya orang yang melakukan sholat qobliyah maghrib. ( Riyadush Sholihin, hal 290 no 1125 )

Dan masih banyak hadits-hadits yang menjelaskan tentang sholat sunnah qobliyah maghrib yang diriwayatkan oleh para huffadz dan ashhabussunnan.

Hanya saja dalam pelaksanaannya hendaklah dilakukan dengan ringan (namun juga tidak terlalu cepat ) sebab apabila tidak, maka dapat menggeser sholat maghrib dari awwal waktu, hal yang demikian ini hukumnya makruh.

Melihat dari keterangan di atas dengan ditunjang dengan nash-nash yang shahih maka tidak ada jalan bagi kita untuk berkata bahwa sholat qobliyah maghrib tidak ada dasarnya, apalagi sampai mengatakannya sebagai bid’ah. Sebab dengan berkata demikian maka kita telah melangkahkan kaki kita dalam perangkap syetan yang senantiasa ingin menjauhkan kita dari ajaran Nabi SAW.

Memang benar, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Bab sholat sunnah setelah maktubah, tidak disebutkan sholat sunnah qobliyah maghrib, beliau hanya menyebutkan bahwa sholat yang sering dikerjakan oleh Nabi adalah sholat dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh ( Shahih Bukhari Juz2 hal 72 ) namun hadits ini tidak serta merta dapat menggugurkan disunnahkannya sholat qobliyah maghrib yang juga berdasarkan hadits- hadits shahih. Para ulama ahli fikh mengklasifikasikan sholat sunnah menjadi dua, yaitu sholat sunnah muakkadah yaitu sholat sunnah yang selalu dikerjakan oleh Rasul dan ghoiru muakkadah yaitu sholat sunnah yang dianjurkan oleh Rasul termasuk didalamnya sholat qobliyah maghrib. ( Fathul Wahhab Juz I hal 56 )

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sholat sunnah qobliyah maghrib adalah sunnah dan ada contohnya dari Rasulullah dan orang yang melakukannya akan diberi pahala oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam .

BIRRUL WALIDAIN

MENGAPA KITA HARUS BERBAKTI KEPADA ORANG TUA?

BY : AHMAD AR RIFA’I BIN MASFURI ASSYAFI’I

23. Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].( QS.Al Israa, 23)

Dalam tafsir Imam Qurthubi dinyatakan bahwa kata Qodho itu artinya memerintahkan, mengharuskan dan mewajibkan

Ibnu Abbas, Hasan dan Qotadah berkata :” Qodho di sini bukan berarti qodho yang berarti memutuskan suatu perkara, melainkan qodho yang berarti memerintahkan suatu perkara. Mereka kemudian berkata: ” (Dalam ayat tersebut) Allah telah memerintahkan kita untuk beribadah kepadaNya dan mentauhidkanNya, selanjutnya Allah telah menjadikan perbuatan berbakti kepada kedua orang tua sebagai kewajiban yang berkaitan dengan hal itu, sebagaimana Dia juga mengaitkan antara syukur kepada orang tua dengan syukur kepadaNya.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhori bahwa Abdullah berkata: “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW: Amal perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah?

Nabi SAW menjawab: Shalat tepat pada waktunya.

Aku bertanya : Kemudian apalagi ?

Nabi menjawab : Berbakti kepada kedua orang tua.

Aku bertanya : Lalu apalagi ?

Nabi menjawab : Jihad dijalan Allah.

Rasulullah telah menjelaskan bahwa berbakti kepada orang tua termasuk amal perbuatan yang paling utama disisi Allah, yang kedudukannya berada di bawah kedudukan shalat lima waktu yang merupakan tiang agama yang paling besar.

Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang mengaitkan perintah untuk beribadah kepada Allah dengan berbakti kepada orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan baik dan sempurna. Hal ini disebabkan karena kedudukan mereka berdua di bawah kedudukan Allah yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari keberadaan manusia dimuka bumi. Adapun mereka merupakan sebab dhahir dari keberadan anak-anak, dimana mereka berdua mendidik nya dalam suasana yang penuh cinta kasih serta lebih mengutamakan kepentingan anak dibanding dengan kepentingan mereka berdua.

Demikianlah, Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayatnya tentang factor yang menyebabkan kita harus berbakti kepada keduanya. Allah telah menyebutkan aspek pendidikan yang dilakukan orang tua itu secara khusus dengan maksud agar hamba mau mengingat kasih sayang kedua orang tua kepadanya dan merasakan rasa letih yang dirasakan oleh keduanya dalam mendidik anaknya.

Tidak diragukan lagi bahwa mendidik anak merupakan sebuah tanggung jawab yang sangat berat dan pekerjaan yang sangat melelahkan. Tanggung jawab ini dimulai dari masa kehamilan, melewati masa menyusui, dan diakhiri dengan masa pembentukan kepribadian dan pemberian perhatian kepada anak. Berapa banyak ibu yang merasakan badannya letih dan uratnya sakit dan bebannya terasa semakin berat akibat proses kehamilan. Allah berfirman:

“Ibunya telah mengandung dengan susah payah dan melahirkannya dengan susuah payah pula.” (QS.Al Ahqaaf ,15)

Berapa banyak ibu yang merasakan letih akibat lamanya menyusui. Allah berfirman: “Dan menyapihnya dalam dua tahun.”

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Allah menjadikan syukur kepada orang tua dengan cara yang telah disebutkan dalam Al Qur’an sebagai salah satu perwujudan rasa syukur kepada Allah

Syukur kepada orang tua merupakan upaya untuk menghadapkan diri kepada Allah melalui sebuah ibadah agung yang bernama “berbakti kepada orang tua”. Hal itu bertujuan agar orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya dapat memperoleh keberuntungan di sisi Tuhannya, Sang Raja dan Dzat yang telah menciptakannya, yaitu keberuntungan berupa tempat kembali yang diharapkan, akhir yang diharapkan, yang digambarkan oleh Allah –Dialah Dzat yang paling mulia- sebagai anugerah yang tidak pernah disangka-sangka, balasan yang tak terbatas, dan timbangan amal kebajikan yang sempurna. Oleh karena itulah, penutup dari perintah Tuhan yang mulia yang terdapat pada firman-Nya:

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu” adalah firman-Nya: “hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Maksudnya, Allah akan memberikan balasan kepadamu atas perbuatanmu itu dengan balasan yang paling sempurna.

Oleh karena itu, tidak ada unsur kezhaliman sedikitpun terhadap anak-anak bila mereka dibebani kewajiban berbakti kepada orang tua, sebab pada hakikatnya tidak ada kesamaan antara kedua belah pihak itu. Sungguh, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara sosok orang tua dengan anaknya. Meskipun seorang anak termasuk anak yang baik sehingga ia akan berbakti dan tidak durhaka kepada kedua orang tuanya., ia hanya menganggap bahwa masalah berbakti kepada kedua orang tua merupakan suatu kewajiban. Maksudnya, jika tuntutan untuk bersikap baik kepada keduanya itu dikategorikan sebagai tuntutan yang boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, niscaya ia tidak akan melaksanakan tuntutan tersebut secara sempurna, lalu ia pun akan mencari berbagai macam alas an untuk sikap yang diambilnya itu dan akan menjadikan alas an-alasan tersebut untuk melalaikan hak kedua orang tuanya. Benar, dan sungguh tidak ada dalil yang lebih kuat dan lebih jelas dalam menunjukkan hal itu, selain adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan oleh kedua orang tua (kepada anak-anaknya) dengan pelayanan yang diberikan oleh anak-anak ( kepada orang tuanya).

Pelayanan yang diberikan oleh kedua orang tua telah dimulai sejak saat-saat pertama dari kehidupan sang anak, saat anak akan mendapatkan perhatian yang luar biasa dan pemeliharaan yang sempurna dari kedua orang tuanya, sehingga kedua orang tuanya sering kali begadang dan merasakan kelelahan . namun demikian, hati mereka diliputi perasaan bahagia, senang dan gembira ketika anaknya berada dalam keadaan sehat dan bugar, serta tidak menderita satu penyakit atau kelemahan pun.

Ketika sang anak terserang suatu penyakit, kedua orang tuanya akan merasakan sedih karena mereka mengkhawatirkan kondisi anaknya. Bahkan boleh jadi mereka akan menginginkan agar penyakit itu menimpa mereka berdua dengan harapan agar anaknya tetap selamat dan sehat. Ketika sang anak dihadapkan pada suatu kondisi yang bias membuatnya binasa dan meninggal, maka bagi mereka berdua, segala sesuatu yang mahal dan berharga menjadi barang murah dan tak bernilai. Semua itu juga karena mereka berharap agar si anak tetap sehat dan panjang umur. Adapun pelayanan yang diberikan anak kepada kedua orang tuanya adalah dimulai ketika kedua orang tua telah menginjak usia senja, sementara sang anak telah menjadi seorang pemuda.

Dalam hal ini, sekalipun seorang anak termasuk anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, tetapi ia selalu mengingnkanadanya keringanan untuk kedua orang tuanya benar, ia menginginkan adanya keringanan! Akan tetapi, keringan itu bukanlah keringanh biasa, melainkan keringan jenis lain, yaitu keringanan berupa meninggalnya mereka berdua, terlebih jika mereka terbebani oleh suatu penyakit atau jika masalah pemberian nafkah kepada kedua orang tuanya itu telah membebani dirinya saat dia telah tua. Bahkan mungkin dia akan berdo’a dan berharap dengan nada mendesak kepada Allah aga kedua orang tuanya meninggal dunia.

Ingatlah, alangkah jauhnya perbedaan antara kedua belah pihak itu, dan alangkah jelasnya perbedaan antara makna “ pelayanan (pengabdian) orang tua kepada anak-anaknya” dan “pelayanan (pengabdian) seorang anak kepada orang tuanya.

Ya Allah, kami memohon maaf-Mu. Ya Allah, kami memohon perlindungan-Mu. Ya Allah kami memohon ampunan-Mu.

Mengenai kedua orang tua, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban untuk memelihara,menafkahi, dan memperhatikan anaknya merupakan suatu hal yang telah mendarah daging dalam diri mereka. Namun demikian, perbedaan antara sosok mereka dengan sosok seorang anak adalah bahwa seandainya kewajiban untuk berbuat baik kepada anak mereka itu dijadikan sebagai suatu tuntutan yang boleh dilakukan dan boleh pula ditinggalkan, niscaya mereka tidak akan melakukan kekurangan sedikit pun dalam melaksanakan tuntutan tersebut dan mereka tidak akan lemah dalam melakukan pengorbanan untuk sang anak. Lalu, mereka pun akan selalu memberikan pemeliharaan yang terbaik, perhatian yang besar,kelembutan yang terindah dan kasih sayang yang luas kepada anak mereka.

Hal itu adalah karena Allah telah menciptakan seorang anak sebagai bagian ynag telah tercampur oleh daging, darah, dan juga gen-gen kedua orang tuanya.

Dengan sikap seperti itulah mereka akan menanggung segala keperluan anaknya,mereka memelihara serta merawat anaknya dengan penuh kasih sayang.

Sebuah pengorbanan yang tiada tara yang dilakukan kedua orang tua kita kepada kita. Lalu apakah kita sudah membalas semua kebaikan mereka?. Seorang pujangga mengatakan kepada kita bahwa setetes air susu ibu yang diberikan kepada kita takkan pernah terbalaskan oleh pengabdian kita seumur hidup.

Dahulu kala ada seorang tabiin yang menggendong ibunya dari syam menuju ka’bah dan melakukan thawaf sambil terus menggendong ibunya. Lalu beliau bertanya kepada Ibnu Mas’ud, apakah perbuatannya itu sudah bisa dikatakan membalas budi kepada orang tuanya?. Ibnu Mas’ud menjawab, walaupun engkau menggendong ibumu sepanjang umurmu maka hal itu belum sebanding dengan payahnya ibumu ketika mengandungmu.

Menyadari akan hal itu pantaskah kita berani kepada kedua orang tua kita? Dan lebih mementingkan diri kita dibanding dengan kepentingan mereka?.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang senantiasa berbakti kepada orang tua kita pada saat mereka masih hidup atau ketika mereka sudah meninggal dunia. Amin ya Rabbal alamin.

MENDIAGNOSA HADIS PALSU

MENDIAGNOSA HADITS- HADITS PALSU

YANG BEREDAR DI MASYARAKAT

By Ahmad Rifa’I Alif

1.

((من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر، لم يزدد من الله إلا بعداً)). وفي لفظ: ((من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر ، فلا صلاة له)). قال الذهبي : قال ابن الجنيد: كذب وزور. قال الحافظ العراقي: حديث إسناده لين، قال الألباني : باطل لا يصح من قبل إسناده ولا من جهة متنه. "ميزان الاعتدال" (3/293) . "نخريج الإحياء" (1/143) . "السلسلة الضعيفة" (2 ، 985).

Barangsiapa sholatnya tidak bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar, maka dia akan bertambah jauh dari Allah. Dalam redaksi lain “Barangsiapa sholatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar maka tidak ada sholat baginya. Imam Adz Dzahabi berkata: Ibnu Junaid berkata: “ Bohong dan Dusta. Al Hafidz Al Iraqi berkata, hadits tersebut lemah sanadnya. Al Albani mengatakan, hadits ini bathil dari segi sanad dan matannya”. Mizanul I’tidal (3/293), Takhrijul Ihya (1/143), Silsilah Adh Dhoifah (2/985)

2.
2- ((الحديث في المسجد يأكل الحسنات كما تأكل البهائم الحشيش)). وفي لفظ : ((الحديث في المسجد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب)). قال الحافظ العراقي: لم أقف له على أصل، قال عبد الوهاب ابن تقي الدين السبكي :
لم أجد له إسناداً ، قال الألباني : لا أصل له. "تخريج الإحياء" (1/136) . "طبقات الشافعية" للسبكي (4/145) . "الضعيفة" (4) .

Berbicara di Masjid bisa memakan amal kebaikan sebagaimana binatang ternak memakan rerumputan, dalam redaksi lain, berbicara di masjid bisa memakan amal baik sebagaimana api memakan kayu bakar.

Al Iraqi berkata: “aku tidak menemukan asalnya.” Senada dengan itu As Subuki mengatakan, aku tidak menemukan sanadnya. Sementara Al Albani menegaskan hadits tersebut tidak ada asalnya alias palsu. Takhrijul ihya’ (1/136), Thabaqatusy Syafi’iyah (4/145), Adh Dhoifah (4).

3.

- ((اختلاف أمتي رحمة)). موضوع. "الأسرار المرفوعة" (506) . "تنزيه الشريعة" (2/402)

. وقال الألباني: لا أصل له. "الضعيفة" (11)

Perbedaan umatku adalah rahmat.

Komentar : Hadits palsu. Lihat Al Asrarul marfu’ah (506), Tanzihusy Syari’ah (2/402), Al Albani berkata, tidak ada asalnya, Adh Dhoifah (11).

4.


- ((الناس نيام فإذا ماتوا انتبهوا)).
لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" (555) . "الفوائد المجموعة" (766) . "تذكرة الموضوعات" (200).

Manusia semuanya tertidur ketika mati mereka terbangun.

Komentar : Tidak ada asalnya, lihat Al Asrarul marfu’ah (555), Al Fawaidul Majmu’ah (766), dan Tadzkirotul Maudhuaat (200).

5.

" اطلبوا العلم ولو بالصين "

قال ابن عراق : (قال ابن حبان : حديث باطل لا أصل له ) ([1]) .

وقال ابن الجوزي في الموضوعات: بعد أن رواه بسنده (هذا حديث لا يصح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم…)([2])

Carilah ilmu sampai kenegeri Cina.

Komentar : Ibnu Araaqi berkata, bahwa Ibnu Hibban mengatakan Hadits tersebut bathil, tidak ada asalnya, Tanzihusy Syari’ah (1/258), Ibnu Jauzi dalam kitab Al Maudhuat berkomentar setelah meriwayatkan sanadnya, hadits ini tidak sah dari Rasulullah SAW, Al Maudhuat (1/216).

6.

- " من وسع على عياله يوم عاشوراء وسع الله عليه سائر سنته

أورده ابن الجوزي في الموضوعات، وفيه الهيصم بن شداخ، ثم قال: (قال العقيلي: الهيصم مجهول، والحديث غير محفوظ. قال ابن حبان: الهيصم يروي الطامات لا يجوز الاحتجاج به.. قال العقيلي: الحديث غير محفوظ ولا يثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في حديث مسند ) ([3]).

Barangsiapa yang meluaskan belanja keluarganya pada hari Asy Syuraa’, maka Allah akan meluaskannya seluruh tahunnya.

Komentar : Ibnu Al Jauziy meriwayatkannya dalam kitab Al Maudhuat, di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Al Haisham bin Syaddaakh, kemudian beliau berkata, Al Uqailiy mengatakan Al Haisham ini majhul, hadits tersebut bukan mahfudz, Ibnu Hibban berkata Al Haishami tidak boleh dijadikan sebagai hujjah. Al Uqailiy menegaskan hadits tersebut bukan hadis mahfudz dan tidak berasal dari Rasulullah SAW. Al Maudhuat (2/203).

7.

- " الضرورات تبيح المحظورات "

قال العجلوني : "ليس بحديث "([4])

Kemadharatan memperbolehkan hal yang diharamkan

Komentar : Al Ajluni berkata, itu bukan hadits. Kasyful khofa (2/45).

8.


- ((تزوجوا ولا تطلقوا، فإن الطلاق يهتز له العرش)).
موضوع . "ترتيب الموضوعات" (694) . "الموضوعات" للصغاني (97) . "تنزيه الشريعة" (2/202) .

Menikahlah kalian dan jangan kalian bercerai, karena sesungguhnya cerai itu bisa menggoncangkan Arsy.

Komentar : Hadits palsu. Lihat Tartibul Maudhuat (694), Al Maudhuat Lish shoghoniy (97), Tanzihusy Syari’ah (2/202)

9.


((من عَرَفَ نفسهُ فقد عرف ربَّه))
.موضوع."الأسرار المرفوعة" (506) . و "تنزيه الشريعة"(2/402) . "تذكرة الموضوعات" (11) .

Barang siapa yang mengetahui dirinya maka ia telah mengetahui tuhannya.

Komentar : Hadits Palsu. Lihat Al Asrarul Marfu’ah (506), Tanzihusy Syari’ah ( 2/402), dan Tadzkirotul Maudhuat (11).

10.


((النظرة سهم من سهام إبليس من تركها خوفاً من الله آتاه الله إيماناً يجد حلاوته في قلبه)) .
ضعيف جداً. "الترغيب والترهيب" للمنذري (4/106) . "مجمع الزوائد" للهيثمي (8/ 63) . "تلخيص المستدرك" للذهبي (4/314) .

Pandangan adalah panah dari panah-panah iblis, barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan mendatangkan kepada Iman, yang ia temukan manisnya dalam hatinya.

Komentar : Sangat Dhoif. Lihat Attarghib watarhib lil Mundziri (4/106), Majmauzzawaid lil Haitsami (8/63), Talkhisul Mustadrok lidzdzahabi (4/314).

11.


((حب الدنيا رأس كل خطيئة))
. موضوع ."أحاديث القصاص" لابن تيمية (7) . "الأسرار المرفوعة" (1/163) . "تذكرة الموضوعات" (173) .

Cinta kepada dunia adalah pangkal dari segala kesalahan.

Komentar : Hadits palsu. Lihat Ahaditsul Qishash liibni Taimiyah (7), Al Asrarul Marfu’ah (1/163) dan Tadzkiratul Maudhuat (173).

12.

- "أمرت أن أحكم بالظاهر والله يتولى السرائر"

قال السخاوي: "لا وجود له في كتب الحديث المشهورة، ولا الأجزاء المنثورة، وجزم العراقي بأنه لا أصل له، وكذا أنكره المزي وغيره "([5])

Aku diperintahkan untuk menghukumi manusia dari dzohirnya, sementara Allah yang mengetahui perkara bathin.

Komentar : As Sakhowi berkata: hadits tersebut tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang masyhur, dan juga pada juz-juz kitab yang beredar. Imam Al Iraqi menetapkan bahwa sesungguhnya hadits tersebut tidak berasal, demikian juga Al Mizzi dan yang lainnya mengingkari hadits tersebut.

13.

: " رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمت

Rajab adalah bulan Allah, Sya,ban adalah bulanku dan Ramadhon adalah bulan umatku.

Komentar : Hadits Palsu. Ibnu Hajjar Al Asqalaniy mengategorikan hadits ini dengan hadits palsu. Lihat Tabyinul Ajab li Ibni Hajjar (29).

14.

اطلبوا العلم ولو بالصين، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم، البيهقي في الشعب، والخطيب في الرحلة وغيرها، وابن عبد البر في جامع العلم، والديلمي، كلهم من حديث أبي عاتكة طريف بن سلمان، وابن عبد البر وحده من حديث عبيد بن محمد عن ابن عيينة عن الزهري كلاهما عن أنس مرفوعاً به، وهو ضعيف من الوجهين، بل قال ابن حبان: إنه باطل لا أصل له، وذكره ابن الجوزي في الموضوعات

Carilah ilmu sampai kenegeri cina, maka sesungguhnya mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim.

Komentar : Hadits Palsu. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syuabul Iman, Al Khotib dalam Ar Rihlah, Ibnu Abdul Bar dalam Jami’ul Ilmi. Ibnu Hibban berkata: Hadits ini Bathil yang tidak ada dasarnya. Ibnu Al Jauzy menuliskannya dalam kitab Al Maudhuat ( Maqashidul Hasanah nomor 125 )

15.

" إذا جامع أحدكم زوجته أو جاريته فلا ينظر إلى فرجها؛ فإن ذلك يورث العمى "

قال الشوكاني : (رواه ابن عدي عن ابن عباس مرفوعاً. وقال ابن حبان: هذا موضوع. وكذا قال ابن أبي حاتم في العلل عن أبيه. وعده ابن الجوزي في الموضوعات) ([6]).

Ketika salah satu dari kalian berhubungan badan dengan istrinya atau budaknya maka janganlah melihat kemaluannya. Katena sesungguhnya yang demikian itu bias menyebabkan kebutaan.

Komentar : hadits Palsu. Asy Syaukani berkata : hadits ini diriwayatkan oleh ibnu Adiy dari Ibnu Abbas secara marfu’, Ibnu Hibban berkata : Hadits ini palsu. Demikian juga Ibnu Abi Hatim menyatakan palsu dalam kitabnya Al Ilal. Ibnu Al Jauziy memasukkannya dalam kitab Al Maudhuat. ( Fawaidul Majmu’ah (127) )

16.

- " حب الوطن من الإيمان "

ذكره الصاغاني في الموضوعات([7]) ، وقال السخاوي : "لم أقف عليه"([8])

Cinta tanah air sebagian dari Iman.

Komentar : Hadits Palsu. Imam Ash Shaghaniy menyebutnya dalam Al Maudhuat, sementara Imam As Sakhawi berkata: aku tidak menemukan sanadnya ( suatu isyarat bahwa hadits tersebut palsu.( Maqashidul Hasanah (386) )

17.

خير الأمور أوساطها

، ابن السمعاني في ذيل تاريخ بغداد بسند مجهول عن علي مرفوعاً به، وهو عند ابن جرير في التفسير من قول مطرف بن عبد اللَّه ويزيد بن مرة الجعفي، وكذا أخرجه البيهقي عن مطرف

Sebaik-baiknya perkara adalah yang pertengahan.

Komentar : Hadits Palsu. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu As Sam’aniy dalam kitab Dzailu Tarikhi Baghdadi dengan sanad majhul dari ‘Ali secara marfu’. Menurut Ibnu Jarir dalam At Tafsir ungkapan tersebut adalah perkataan Mutharrif bin Abdillah dan Yazid Bin Murrah Al Ja’fiy. Imam Baihaqiy juga meriwayatkan hadits tersebut dari Mutharrif. ( Al Maqashidul Hasanah (455) ).

18.

قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم الإيمان يزيد وينقص عمار منكر الحديث وأحاديثه بوطل.‏

Rasulullah Bersabda : Iman Itu Bisa bertambah dan bisa berkurang.

Komentar : Hadits Munkar. Salah satu rawi yang bernama Amar bin Mutharrif adalah Munkarul Hadits dan seluruh haditsnya bathil. (la’alil Masnu’ah lis suyuthi (2/3). Akan tetapi Ibnu Arraq dalam Kitab Tanzihusy Syariah mengatakan bahwa Amar ini dinilai tsiqoh oleh sebagian ahli hadits ( Tanzihusy Syari’ah 1/150).

19.


إن الله جعل قرة عيني في الصلاة وحبب إلي الطيب والنساء

فيه يوسف بن عطية السعدي متروك



Sesungguhnya Allah menjadikan sholat sebagai penyejuk hatiku dan aku menyukai wangi-wangian dan perempuan.

Komentar : hadits Matruk. Di dalam sanadnya terdapat Rawi yang bernama yusuf bin athiyyah As Sa’diy, dia adalah matruk.( Ma’rifatut Tadzkiroh 1/106 )

20.


أنا مدينة العلم وعلي بابها
فيه أبو الصلت الهروي واسمه عبد السلام وفيه عثمان بن خالد إسماعيل بن محمد بن يوسف وكلهم كذبه

Aku adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya.

Komentar : hadits Palsu. Di dalam sanadnya terdapat Abu Shalat Al harawiy nama lengkapnya Abdussalam, dan juga terdapat Utsman Bin Kholid, Ismail Bin Muhammad Bin yusuf, yang kesemuanya adalah pendusta.( Ma’rifatut Tadzkirah 1/126 )

21.


خير الناس أنفعهم للناس
فيه عمرو بن بكر السكسكي هو منكر الحديث

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.

Komentar : Hadits Munkar. Di dalamnya Amr bin Bakr As Saksasiy. Dia Munkarul Hadis.( Ma’rifatut Tadzkirah 1/145 )

22.

علموا أولادكم أبناء سبع الصلاة واضربوهم علها أبناء عشر

فيه عبد المنعم بن نعيم منكر الحديث قاله البخاري

Ajarilah anak-anakmu di umur tujuh tahun, dan pukullah ketika anak berusia sepuluh tahun.

Komentar : Hadits Munkar. Di dalam sanadnya terdapat Abdul Mun’im Bin Na’im. Imam Bukhori berkata dia Munkarul Hadits.( Ma’rifatut Tadzkirah 1/166 ).

23.


لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل
فيه عبد الله بن محرر متروك الحدي

Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.

Komentar : Hadits Matruk. Didalam sanadnya terdapat Abdullah Bin Muharrar. Dia adalah Matrukul Hadits.( Ma’rifatut Tadzkirah 1/251 )

24.

إن عبد الرحمن بن عوف يدخل الجنة حبواً. موضوع. "المنار المنيف" لابن القيم (306) . "الفوائد المجموعة" للشوكاني (1184).

Sesungguhnya Abdurrahman Bin Auf masuk surga dengan merangkak.

Komentar : Hadits Palsu. ( Lihat Kitab Al Manrul Munif (306), dan Al Qawaidul Majmu’ah (1184 )

25.



([1]) تـنـزيه الشريعة (1/258).

([2]) الموضوعات (1/216).

([3]) الموضوعات (2/203).

([4]) كشف الخفاء (2/45 )

([5]) المقاصد الحسنة (برقم 178) .

([6]) الفوائد المجموعة (ص 127).

([7]) (رقم 81)

([8]) المقاصد الحسنة (رقم 386)